Kalau Makan Tidak Boleh Berisik
Jeni dengan tenang menyantap supnya sendirian di gerai sebuah food court, ketika sebuah suara mengejutkannya dari belakang.
Itu adalah pria di gerai lain di belakangnya.
"Makan pelan saja, jangan bersuara!" pria itu berkata.
"Apa?" dia bertanya tanpa menoleh, sambil mengambil sesendok sup lagi.
"Aku bilang jangan terlalu berisik kalau makan!" adalah jawaban lirih dari belakangnya.
Karena malu diberi tahu bahwa dia sedang menyesap supnya, dia mendorong mangkuknya dan mulai makan ayan gorengnya.
"Bagaimana harimu?" tanya pria itu dari belakang sekali lagi.
"Cukup baik," jawab Jeni, masih sambil memakan ayam tanpa memperhatikan, bingung karena kepedulian orang yang tidak dikenal ini.
"Apakah kamu lulus ujian?" datang pertanyaan berikutnya dari belakang.
"Aku tidak tahu, aku belum mendapatkan nilaiku," jawab Jeni yang benar-benar bingung.
"Aku harus meneleponmu kembali ketika aku selesai makan dari sini", terdengar suara pria itu dari belakang sekali lagi, "sepertinya ada orang gila yang ikut menjawab setiap pertanyaan yang aku tanyakan padamu!"
Itu adalah pria di gerai lain di belakangnya.
"Makan pelan saja, jangan bersuara!" pria itu berkata.
"Apa?" dia bertanya tanpa menoleh, sambil mengambil sesendok sup lagi.
"Aku bilang jangan terlalu berisik kalau makan!" adalah jawaban lirih dari belakangnya.
Karena malu diberi tahu bahwa dia sedang menyesap supnya, dia mendorong mangkuknya dan mulai makan ayan gorengnya.
"Bagaimana harimu?" tanya pria itu dari belakang sekali lagi.
"Cukup baik," jawab Jeni, masih sambil memakan ayam tanpa memperhatikan, bingung karena kepedulian orang yang tidak dikenal ini.
"Apakah kamu lulus ujian?" datang pertanyaan berikutnya dari belakang.
"Aku tidak tahu, aku belum mendapatkan nilaiku," jawab Jeni yang benar-benar bingung.
"Aku harus meneleponmu kembali ketika aku selesai makan dari sini", terdengar suara pria itu dari belakang sekali lagi, "sepertinya ada orang gila yang ikut menjawab setiap pertanyaan yang aku tanyakan padamu!"