Ciuman dari Biarawati
Biarawati naik taksi, langsung duduk di tempat sebelahnya sopir. Sopir taksi dalam proses mengemudikan mobil, tiada henti-hentinya menoleh melihatnya. Biarawati merasa sangat heran, menanya si sopir mengapa kok selalu mengamat-amati dirinya. Sopir dengan canggung menjawab: "Aku ingin menanya sebuah pertanyaan, tetapi aku takut menyinggung perasaanmu."
Biarawati dengan tersenyum berkata: "Anakku, aku percaya pertanyaanmu tentu tak sampai menyinggung perasaanku. Bila kamu telah mencapai usiaku ini, dan kamu menjadi biarawati seperti diriku, pengalaman hidupmu telah sangat kaya, maka dalam menangani pekerjaan sudah tentu juga selalu tenang. Pendeknya, kamu mengetahui segala-galanya dengan jelas, tak peduli orang berkata apa, kamu takkan tersinggung."
Sopir dengan plintat-plintur berkata: "Di dalam hatiku selalu terpendam suatu keinginan yang sampai sekarang masih belum juga terwujud, yaitu aku ingin sekali bisa mendapat ciuman dari seorang biarawati."
Setelah berpikir sejenak, biarawati menjawab: "Padahal untuk bisa mendapat ciuman dari biarawati juga tidak sulit, asal kamu bisa memenuhi 2 buah syarat di bawah ini sudah boleh. Syarat yang pertama, kamu harus seorang bujangan; dan syarat yang kedua, kamu harus seorang penganut agama Katolik Roma seperti diriku."
Sopir taksi itu girangnya bukan main, ia dengan tak sabar segera membuat pernyataan: "Aduh, aku bukan hanya seorang bujangan murni, juga seorang penganut agama Katolik yang taat, kebetulan sekali sesuai dengan kedua syarat yang kamu ajukan tersebut."
"Kalau begitu baiklah. Sekalipun syaratmu telah sesuai dengan kedua syarat yang kukatakan itu, maka omonganku tadi tentu saja berlaku. Sekarang aku menyetujui harapanmu terlaksana," kata si biarawati dengan seenaknya: "nah, setirlah mobilmu ini ke dalam sebuah lorong kecil yang sepi terasing."
Maka itu, si sopir taksi segera membelokkan mobilnya masuk ke sebuah lorong kecil yang sepi terasing, lalu berhenti di situ. Sang biarawati dengan cekatan mendekatkan parasnya dan memberi sebuah ciuman panjang kepada sopir taksi itu. Setelah merasa puas, si sopir taksi menyetir mobilnya kembali ke jalan raya.
Tiba-tiba sang sopir menangis menggeru-geru. Biarawati kaget dan buru-buru menanyanya: "O, anakku, ada apa? Kenapa kamu menangis?"
"Ampunilah diriku, aku adalah orang yang berdosa, aku telah berbohong di hadapanmu," katanya dengan sedih, "padahal aku sudah kawin, dan aku juga bukan seorang penganut agama Katolik!"
"O, tak apalah," kata biarawati, "padahal aku juga bukan seorang biarawati yang sejati. Namaku Yohan, aku baru saja mencukur kumisku dan mengenakan baju ini, aku sedang siap-siap mengikuti pesta kostum."
Biarawati dengan tersenyum berkata: "Anakku, aku percaya pertanyaanmu tentu tak sampai menyinggung perasaanku. Bila kamu telah mencapai usiaku ini, dan kamu menjadi biarawati seperti diriku, pengalaman hidupmu telah sangat kaya, maka dalam menangani pekerjaan sudah tentu juga selalu tenang. Pendeknya, kamu mengetahui segala-galanya dengan jelas, tak peduli orang berkata apa, kamu takkan tersinggung."
Sopir dengan plintat-plintur berkata: "Di dalam hatiku selalu terpendam suatu keinginan yang sampai sekarang masih belum juga terwujud, yaitu aku ingin sekali bisa mendapat ciuman dari seorang biarawati."
Setelah berpikir sejenak, biarawati menjawab: "Padahal untuk bisa mendapat ciuman dari biarawati juga tidak sulit, asal kamu bisa memenuhi 2 buah syarat di bawah ini sudah boleh. Syarat yang pertama, kamu harus seorang bujangan; dan syarat yang kedua, kamu harus seorang penganut agama Katolik Roma seperti diriku."
Sopir taksi itu girangnya bukan main, ia dengan tak sabar segera membuat pernyataan: "Aduh, aku bukan hanya seorang bujangan murni, juga seorang penganut agama Katolik yang taat, kebetulan sekali sesuai dengan kedua syarat yang kamu ajukan tersebut."
"Kalau begitu baiklah. Sekalipun syaratmu telah sesuai dengan kedua syarat yang kukatakan itu, maka omonganku tadi tentu saja berlaku. Sekarang aku menyetujui harapanmu terlaksana," kata si biarawati dengan seenaknya: "nah, setirlah mobilmu ini ke dalam sebuah lorong kecil yang sepi terasing."
Maka itu, si sopir taksi segera membelokkan mobilnya masuk ke sebuah lorong kecil yang sepi terasing, lalu berhenti di situ. Sang biarawati dengan cekatan mendekatkan parasnya dan memberi sebuah ciuman panjang kepada sopir taksi itu. Setelah merasa puas, si sopir taksi menyetir mobilnya kembali ke jalan raya.
Tiba-tiba sang sopir menangis menggeru-geru. Biarawati kaget dan buru-buru menanyanya: "O, anakku, ada apa? Kenapa kamu menangis?"
"Ampunilah diriku, aku adalah orang yang berdosa, aku telah berbohong di hadapanmu," katanya dengan sedih, "padahal aku sudah kawin, dan aku juga bukan seorang penganut agama Katolik!"
"O, tak apalah," kata biarawati, "padahal aku juga bukan seorang biarawati yang sejati. Namaku Yohan, aku baru saja mencukur kumisku dan mengenakan baju ini, aku sedang siap-siap mengikuti pesta kostum."