Drama Burung Camar Karya Chekov
Pada suatu hari, aku mengajak Nenekku menonton drama "Burung Camar", karya klasik Chekov, di sebuah teater nasional. Sekalipun Nenekku biasanya jarang-jarang menyaksikan pertunjukan panggung, tetapi aku perkirakan ia tentu akan menyukai isi drama ini, kecuali tari-tarian tip-topnya.
Saat pertunjukan dimulai, ia masih duduk dengan tenang. Sampai pada babak yang merupakan klimaks dari keseluruhan drama, di mana pengarang muda, pemeran utamanya menyulut api hendak membakar naskah asli dirinya, tetapi karena tumpukan naskah tersebut terlalu tebal, sehingga membuang banyak waktu baru menyala.
Nenekku nampak tak sabar lagi, ia tiba-tiba mendekatkan diri padaku, lalu berteriak dengan suara yang bisa didengar di seluruh teater: "Dia seharusnya menggunakan mesin penghancur kertas!"
Saat pertunjukan dimulai, ia masih duduk dengan tenang. Sampai pada babak yang merupakan klimaks dari keseluruhan drama, di mana pengarang muda, pemeran utamanya menyulut api hendak membakar naskah asli dirinya, tetapi karena tumpukan naskah tersebut terlalu tebal, sehingga membuang banyak waktu baru menyala.
Nenekku nampak tak sabar lagi, ia tiba-tiba mendekatkan diri padaku, lalu berteriak dengan suara yang bisa didengar di seluruh teater: "Dia seharusnya menggunakan mesin penghancur kertas!"