Menuntut Pengemudi Bus Karena Jari Patah
Pada suatu hari, Susanti pulang kerja dengan menumpang bus umum, baru saja ia akan naik ke atas bus, sopir telah menutup pintu bus. Susanti segera menahan pintu itu dengan tangannya, akhirnya dengan tak sengaja tangan kanannya terjepit pintu, oleh karena itu ia seketika menjerit kesakitan.
Kemudian Susanti dengan sikap sungguh-sungguh mencatat nomor plat bus tersebut, lalu menyempatkan diri ke rumah sakit untuk melakukan check up, dokter yang memeriksanya akhirnya mengatakan bahwa jari telunjuk tangan kanannya telah patah.
Susanti bukan main gusarnya, ia segera pergi mencari seorang pengacara. Ia berketetapan hati mendakwakan perusahaan bus umum itu ke pengadilan negeri. Ia akan menuntut ganti rugi sebesar Rp.1 milyar.
Pengacara dengan takjub memandang Susanti sejenak, lalu berkata: "Bu, uang ganti rugi sejumlah ini hanya bisa didapat dengan jalan menggarong bank! Sebuah jari tak bisa minta ganti rugi sebesar ini Bu!"
"Ah, kamu nggak tahu, betapa pentingnya jariku itu! Jari itu biasanya kugunakan khusus untuk mengomando suamiku!" Jelas Susanti dengan suara keras.
Kemudian Susanti dengan sikap sungguh-sungguh mencatat nomor plat bus tersebut, lalu menyempatkan diri ke rumah sakit untuk melakukan check up, dokter yang memeriksanya akhirnya mengatakan bahwa jari telunjuk tangan kanannya telah patah.
Susanti bukan main gusarnya, ia segera pergi mencari seorang pengacara. Ia berketetapan hati mendakwakan perusahaan bus umum itu ke pengadilan negeri. Ia akan menuntut ganti rugi sebesar Rp.1 milyar.
Pengacara dengan takjub memandang Susanti sejenak, lalu berkata: "Bu, uang ganti rugi sejumlah ini hanya bisa didapat dengan jalan menggarong bank! Sebuah jari tak bisa minta ganti rugi sebesar ini Bu!"
"Ah, kamu nggak tahu, betapa pentingnya jariku itu! Jari itu biasanya kugunakan khusus untuk mengomando suamiku!" Jelas Susanti dengan suara keras.