Sebelum Kawin dan Sesudah Kawin
Kami sebagian mantan teman sekolah akhir-akhir ini beramai-beramai menggelar suatu pertemuan. Di sekitar sebuah meja makan, beberapa orang sedang asyik memperbincangkan berbagai perubahan yang terjadi pada diri kami saat sebelum kawin dan sesudah kawin.
Ali memulai pembicaraannya: "Nasibku sungguh sial, sesudah mempersunting isteri, hidupku kian hari kian susah dan kian tak ada artinya. Sebelum aku kawin, ibukulah yang mencuci semua bajuku, tapi sejak aku kawin keadaannya berubah, yaitu berbalik gilirankulah yang mencuci semua baju isteriku; Sebelum kawin jika aku pulang agak lambat, ibu selalu dengan aktif menanyakan melalui telepon aku akan pulang makan tidak? Tapi sejak aku sudah kawin, bila aku tak sempat pulang makan, isteri mewajibkan diriku harus minta izin lebih dulu."
Setelah mendengar cerita tersebut, sambil menggeleng-gelengkan kepala Adi berkata: "Nasibku juga tak sebaik sampai ke mana. Sebelum kawin, aku pernah dengan jujur mengaku bahwa dulu diriku pernah berpacaran sebanyak 2 kali, waktu itu isteriku mengatakan hal ini sama sekali bukan masalah, tapi sesudah kami kawin dan aku tak lagi mengungkit-ungkit masalah tersebut, ia malahan sering kali memaksa diriku untuk menceritakannya dengan lebih terperinci; sebelum kami kawin aku main kartu bersama teman-teman sekantor dan aku katakan bahwa aku sedang kerja lembur, calon isteriku selalu mempercayainya; tetapi sesudah kami kawin saat aku benar-benar perlu kerja lembur, isteriku malah mencelah diriku dengan mengatakan bahwa aku lagi berbohong!"
Mendengar pembicaraan mereka berdua, Amir berkata dengan senyum pahit: "Bagaimanapun kalian masih jauh lebih baik daripada diriku. Kepahitan yang kualami betul-betul sulit kuutarakan dengan kata-kata."
Aku bertanya: "Kepahitan yang bagaimana?"
Amir berkata: "Sebelumnya kawin, untuk membangkitkan keberaniannya, aku sering mengajak calon isteriku menonton film-film horor; tetapi sesudahnya kawin, untuk melindungi keselamatan diriku, aku malah sering sendirian masuk ke gedung bioskop menonton film-film kungfu."
Ali memulai pembicaraannya: "Nasibku sungguh sial, sesudah mempersunting isteri, hidupku kian hari kian susah dan kian tak ada artinya. Sebelum aku kawin, ibukulah yang mencuci semua bajuku, tapi sejak aku kawin keadaannya berubah, yaitu berbalik gilirankulah yang mencuci semua baju isteriku; Sebelum kawin jika aku pulang agak lambat, ibu selalu dengan aktif menanyakan melalui telepon aku akan pulang makan tidak? Tapi sejak aku sudah kawin, bila aku tak sempat pulang makan, isteri mewajibkan diriku harus minta izin lebih dulu."
Setelah mendengar cerita tersebut, sambil menggeleng-gelengkan kepala Adi berkata: "Nasibku juga tak sebaik sampai ke mana. Sebelum kawin, aku pernah dengan jujur mengaku bahwa dulu diriku pernah berpacaran sebanyak 2 kali, waktu itu isteriku mengatakan hal ini sama sekali bukan masalah, tapi sesudah kami kawin dan aku tak lagi mengungkit-ungkit masalah tersebut, ia malahan sering kali memaksa diriku untuk menceritakannya dengan lebih terperinci; sebelum kami kawin aku main kartu bersama teman-teman sekantor dan aku katakan bahwa aku sedang kerja lembur, calon isteriku selalu mempercayainya; tetapi sesudah kami kawin saat aku benar-benar perlu kerja lembur, isteriku malah mencelah diriku dengan mengatakan bahwa aku lagi berbohong!"
Mendengar pembicaraan mereka berdua, Amir berkata dengan senyum pahit: "Bagaimanapun kalian masih jauh lebih baik daripada diriku. Kepahitan yang kualami betul-betul sulit kuutarakan dengan kata-kata."
Aku bertanya: "Kepahitan yang bagaimana?"
Amir berkata: "Sebelumnya kawin, untuk membangkitkan keberaniannya, aku sering mengajak calon isteriku menonton film-film horor; tetapi sesudahnya kawin, untuk melindungi keselamatan diriku, aku malah sering sendirian masuk ke gedung bioskop menonton film-film kungfu."