Pantat Gue Sakit
Waktu itu hari Jum'at, dan aku sedang berhalangan Shalat. Aku, bersama empat temanku, yaitu Sifa, Savira, Ayu, dan Adina, yang juga sedang berhalangan Shalat, memutuskan untuk ngumpul-ngumpul di halaman belakang sekolah, yang kami sebut kavling, sambil mengisi waktu menunggu yang sedang shalat.
Kami pergi ke sana juga melalui kantin sekolah. Jadi, kami jajan dulu, baru setelah itu ke kavling terusnya ngobrol. Di kantin itu ada banyak penjual, salah satunya penjual aneka jus yang nama gaulnya "BOJES", ada juga tukang batagor yang kami sebut "UJANG", terus juga ada tukang penjual Fried Chicken kecil-kecil yang kami sebut "AIYAM".
Puti, Savira, dan aku cuma beli es di BOJES, jadi cepet, dan langsung menuju kavling. Sifa beli batagor di UJANG, agak lama karena batagornya harus dihangatkan sebentar. Adina beli AIYAM, lebih lama sedikit karena ayamnya harus digoreng. Sifa berjalan menuju kavling, dua menit kemudian Adina terlihat menyusul membawa AIYAM-nya juga es BOJES.
Ketika Adina akan duduk (yang kebetulan bentuknya lesehan), ada seekor kucing berwarna abu-abu mendekati Sifa. Sifa yang agak takut sama kucing mencoba mengusirnya dengan berkata, "Hush, hush! Makanan gue, nih, gue lagi laper," sambil melambaikan tangannya.
Si kucing, yang padahal jaraknya terpaut satu meter dari Sifa, menoleh pada Sifa dan berjalan balik menuju Sifa. Sifa ngeri dan langsung ngacir ke samping Puti. Gaya menyingkir Sifa yang lucu membuat kami tertawa bersama. Adina yang tertawa paling ngakak.
Tiba-tiba, entah mengapa, Adina langsung keselek. Dia bilang, AIYAM-nya yang kebanyakan saos, naik ke hidung, dan membuat napas hidungnya sesak juga kepedasan.
Dia membuang ingusnya tepat di dekat kami, sehingga membuat kami jijik. "Jorok lu!!!" umpat kami. "Hidung gue, kritis, kritis, aduh, hidung gue kepedesan!!! Minta es, minta es!" dia mengipas-ngipas hidungnya dengan kedua tangannya.
Kami geli mendengarnya, dan meledaklah tawa kami, kecuali Savira yang diam saja, cemberut. "Iiiih...!!! Kalian nih, bukannya prihatin temannya lagi sesak napas, malah ngetawain...!!! Ya Allah kasihan banget ya, gue kok punya temen tega-tega begini!!!! Aduww....!!!! Hidung gue, hidung gue sakiiit!!!!" keluhnya.
Dia lalu menaruh es BOJES-nya yang dibungkus plastik di atas lubang hidungnya, seperti sedang mengompres. Lalu menggeser-geser es tersebut. "Ah, enak, enak, dingin, euy... Haduh.... Ohoouww..." gumamnya. "SARAP!!" teriak kami bareng-bareng, kecuali Savira yang masih diam.
"Savira, ngapa lu dari tadi diem aja?" tanya Puti yang keheranan memperhatikan Savira. Dengan suara kecil dan sedikit meringis, Savira berkata, "Pantat gue sakit..."
Meledaklah tawa kami yang terakhir.
Kami pergi ke sana juga melalui kantin sekolah. Jadi, kami jajan dulu, baru setelah itu ke kavling terusnya ngobrol. Di kantin itu ada banyak penjual, salah satunya penjual aneka jus yang nama gaulnya "BOJES", ada juga tukang batagor yang kami sebut "UJANG", terus juga ada tukang penjual Fried Chicken kecil-kecil yang kami sebut "AIYAM".
Puti, Savira, dan aku cuma beli es di BOJES, jadi cepet, dan langsung menuju kavling. Sifa beli batagor di UJANG, agak lama karena batagornya harus dihangatkan sebentar. Adina beli AIYAM, lebih lama sedikit karena ayamnya harus digoreng. Sifa berjalan menuju kavling, dua menit kemudian Adina terlihat menyusul membawa AIYAM-nya juga es BOJES.
Ketika Adina akan duduk (yang kebetulan bentuknya lesehan), ada seekor kucing berwarna abu-abu mendekati Sifa. Sifa yang agak takut sama kucing mencoba mengusirnya dengan berkata, "Hush, hush! Makanan gue, nih, gue lagi laper," sambil melambaikan tangannya.
Si kucing, yang padahal jaraknya terpaut satu meter dari Sifa, menoleh pada Sifa dan berjalan balik menuju Sifa. Sifa ngeri dan langsung ngacir ke samping Puti. Gaya menyingkir Sifa yang lucu membuat kami tertawa bersama. Adina yang tertawa paling ngakak.
Tiba-tiba, entah mengapa, Adina langsung keselek. Dia bilang, AIYAM-nya yang kebanyakan saos, naik ke hidung, dan membuat napas hidungnya sesak juga kepedasan.
Dia membuang ingusnya tepat di dekat kami, sehingga membuat kami jijik. "Jorok lu!!!" umpat kami. "Hidung gue, kritis, kritis, aduh, hidung gue kepedesan!!! Minta es, minta es!" dia mengipas-ngipas hidungnya dengan kedua tangannya.
Kami geli mendengarnya, dan meledaklah tawa kami, kecuali Savira yang diam saja, cemberut. "Iiiih...!!! Kalian nih, bukannya prihatin temannya lagi sesak napas, malah ngetawain...!!! Ya Allah kasihan banget ya, gue kok punya temen tega-tega begini!!!! Aduww....!!!! Hidung gue, hidung gue sakiiit!!!!" keluhnya.
Dia lalu menaruh es BOJES-nya yang dibungkus plastik di atas lubang hidungnya, seperti sedang mengompres. Lalu menggeser-geser es tersebut. "Ah, enak, enak, dingin, euy... Haduh.... Ohoouww..." gumamnya. "SARAP!!" teriak kami bareng-bareng, kecuali Savira yang masih diam.
"Savira, ngapa lu dari tadi diem aja?" tanya Puti yang keheranan memperhatikan Savira. Dengan suara kecil dan sedikit meringis, Savira berkata, "Pantat gue sakit..."
Meledaklah tawa kami yang terakhir.