Prajurit, Komandan, Nenek, dan Gadis di Kereta Api
Suatu hari seorang prajurit beserta komandannya naik kereta api menuju markas besar mereka di luar kota. Karena tidak
ada tempat duduk lain yang tersisa, maka mereka pun duduk berhadap-hadapan dengan seorang wanita muda cantik dan neneknya. Setelah beberapa lama, tampak kalau wanita muda dan sang prajurit saling mneyukai satu sama lain.
Mereka pun sering bertatap-tatapan untuk menunjukkan perasaan mereka. Tak berapa lama setelah itu kereta pun memasuki sebuah terowongan.
Kontan saja keadaan menjadi gelap. Tiba-tiba terdengar suara ciuman yang diikuti oleh suara tamparan. Setelah kereta api tersebut keluar dari terowongan, keempat orang tadi duduk dengan tenangnya tanpa berbicara sedikit pun. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Sang nenek berpikir dan berkata kepada dirinya sendiri, "Sangat memalukan bahwa prajurit muda itu mencium cucuku, tetapi saya senang karena akhirnya ia ditampar olehnya."
Sang komandan pun larut dengan pikirannya. "Saya tidak pernah menyangka kalau anak buahku satu ini berani mencium gadis cantik itu, tetapi wanita itu pasti tidak suka. Buktinya ia menampar. Hanya sayang, saya yang kena."
Wanita muda itu pun berpikir dalam hatinya, "Saya senang akhirnya prajurit tampan itu berani menciumku, tetapi saya berharap andai saja nenek tidak menamparnya."
Si prajurit muda justru terlihat tersenyum puas dengan muka penuh kemenangan. Ia berkata kepada dirinya sendiri,
"Hidup itu indah, ketika seorang prajurit seperti saya mempunyai kesempatan untuk mencium seorang gadis cantik sekaligus juga menampar komandannya sendiri..."
ada tempat duduk lain yang tersisa, maka mereka pun duduk berhadap-hadapan dengan seorang wanita muda cantik dan neneknya. Setelah beberapa lama, tampak kalau wanita muda dan sang prajurit saling mneyukai satu sama lain.
Mereka pun sering bertatap-tatapan untuk menunjukkan perasaan mereka. Tak berapa lama setelah itu kereta pun memasuki sebuah terowongan.
Kontan saja keadaan menjadi gelap. Tiba-tiba terdengar suara ciuman yang diikuti oleh suara tamparan. Setelah kereta api tersebut keluar dari terowongan, keempat orang tadi duduk dengan tenangnya tanpa berbicara sedikit pun. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Sang nenek berpikir dan berkata kepada dirinya sendiri, "Sangat memalukan bahwa prajurit muda itu mencium cucuku, tetapi saya senang karena akhirnya ia ditampar olehnya."
Sang komandan pun larut dengan pikirannya. "Saya tidak pernah menyangka kalau anak buahku satu ini berani mencium gadis cantik itu, tetapi wanita itu pasti tidak suka. Buktinya ia menampar. Hanya sayang, saya yang kena."
Wanita muda itu pun berpikir dalam hatinya, "Saya senang akhirnya prajurit tampan itu berani menciumku, tetapi saya berharap andai saja nenek tidak menamparnya."
Si prajurit muda justru terlihat tersenyum puas dengan muka penuh kemenangan. Ia berkata kepada dirinya sendiri,
"Hidup itu indah, ketika seorang prajurit seperti saya mempunyai kesempatan untuk mencium seorang gadis cantik sekaligus juga menampar komandannya sendiri..."