Kenapa Kamu Ikutan Lari?
Ketika masih duduk di bangku SMA Negeri 3 Solo aku punya pengalaman lucu. Bersama seorang teman sekelas aku pulang dari lapangan sepakbola. Di perjalanan, entah siapa dulu yang mulai, kami mulai berdebat tentang siapa yang dapat berlari lebih cepat. Karena kami berdua tidak ada yang mau kalah akhirnya kami memutuskan untuk mengujinya dengan berlari sejauh satu blok (sekitar 100 meter). Kebetulan saat itu sekitar pukul empat sore dan kondisi perumahan itu sangat sepi.
Dalam hitungan ketiga, aku dan temanku langsung berlari "sprint" secepat mungkin. Ternyata kami berdua seimbang.
Beberapa meter dari ujung blok (yang menjadi garis finish kami) tiba-tiba seorang tukang becak yang biasa mangkal di blok situ berlari mengejar kami berdua. Tukang becak itu berlari sangat kencang hanya beberapa meter di belakang kami.
Meski bingung kenapa tukang becak itu mengejar kami berdua, kami berusaha berlari sekencang mungkin karena takut. Aku sudah tidak sempat berpikir dan saking gugupnya aku terus berlari hingga lima blok bersama sahabatku tadi. Tukang becak itu cukup kuat karena dia terus menempel kami berdua. Meski napasku sudah ngos-ngosan aku tetap berlari saking takutnya. Melewati blok keenam kami berdua sudah tidak kuat lagi berlari.
Akhirnya di perempatan sebuah jalan kecil kami berdua berhenti sambil menghela napas yang ngos-ngosan. Beberapa detik kemudian tukang becak itu juga sampai di tempat kami dan dia juga berhenti dengan napas tersengal-sengal.
Kami bertiga terdiam selama beberapa saat. Akhirnya, setelah agak tenang, dengan heran aku tanya ke tukang becak itu, "Mas, kenapa tadi mengejar-ngejar kami?"
Tukang becak itu sempat bingung. Namun kemudian dia menjawab dengan Bahasa Jawa yang kaku, "Lha koe wong loro mlayu ok aku yo melu, lha tak kiro nek ono opo ngono..." (Tadi saya melihat kalian berdua berlari cepat sekali, saya kira ada apa-apa jadi saya ikut lari juga...)
Dalam hitungan ketiga, aku dan temanku langsung berlari "sprint" secepat mungkin. Ternyata kami berdua seimbang.
Beberapa meter dari ujung blok (yang menjadi garis finish kami) tiba-tiba seorang tukang becak yang biasa mangkal di blok situ berlari mengejar kami berdua. Tukang becak itu berlari sangat kencang hanya beberapa meter di belakang kami.
Meski bingung kenapa tukang becak itu mengejar kami berdua, kami berusaha berlari sekencang mungkin karena takut. Aku sudah tidak sempat berpikir dan saking gugupnya aku terus berlari hingga lima blok bersama sahabatku tadi. Tukang becak itu cukup kuat karena dia terus menempel kami berdua. Meski napasku sudah ngos-ngosan aku tetap berlari saking takutnya. Melewati blok keenam kami berdua sudah tidak kuat lagi berlari.
Akhirnya di perempatan sebuah jalan kecil kami berdua berhenti sambil menghela napas yang ngos-ngosan. Beberapa detik kemudian tukang becak itu juga sampai di tempat kami dan dia juga berhenti dengan napas tersengal-sengal.
Kami bertiga terdiam selama beberapa saat. Akhirnya, setelah agak tenang, dengan heran aku tanya ke tukang becak itu, "Mas, kenapa tadi mengejar-ngejar kami?"
Tukang becak itu sempat bingung. Namun kemudian dia menjawab dengan Bahasa Jawa yang kaku, "Lha koe wong loro mlayu ok aku yo melu, lha tak kiro nek ono opo ngono..." (Tadi saya melihat kalian berdua berlari cepat sekali, saya kira ada apa-apa jadi saya ikut lari juga...)